Sejarah Zending di Jawa


Kisah
- Sejarah zending di Jawa dimulai sejak kedatangan kolonial Belanda pada awal abad ke-17, namun aktivitasnya baru terorganisasi dengan baik pada abad ke-19. 

Zending di Jawa menghadapi tantangan besar karena kuatnya tradisi Islam dan budaya kejawen, tetapi berhasil membentuk komunitas Kristen kecil, terutama di Jawa Timur. 

Keberhasilannya lebih terlihat dalam bidang pendidikan dan pelayanan sosial ketimbang konversi massal. Tokoh seperti Coolen dan Tunggul Wulung memainkan peran penting dengan pendekatan kontekstual yang menghormati budaya lokal.

Berikut adalah gambaran sejarah zending di Jawa secara singkat dan terstruktur:

Awal Mula (Abad ke-17)

Zending di Jawa bermula dengan kedatangan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada 1596, yang membawa semangat "Gospel" dalam semboyan 3G (Gold, Glory, Gospel). Namun, fokus utama VOC adalah perdagangan, sehingga penyebaran agama Kristen bersifat terbatas.

Upaya awal zending dilakukan oleh pendeta Belanda seperti Wesselius dan Heurnius, yang mencoba menyebarkan agama Kristen di Batavia (sekarang Jakarta) dan sekitarnya. Namun, hasilnya minim karena penduduk Jawa mayoritas Muslim dengan tradisi keislaman yang kuat.

Abad ke-18: Perkembangan Lambat

Pada abad ke-18, zending di Jawa tidak berkembang pesat karena kebijakan VOC yang lebih mengutamakan keuntungan ekonomi daripada misi agama. Pendeta-pendeta Belanda lebih fokus melayani komunitas Eropa di Batavia.

Beberapa misionaris seperti Francois Valentijn berupaya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Melayu, tetapi pengaruhnya terbatas pada kalangan elit pribumi atau masyarakat Kristen kecil di kota pelabuhan.

Abad ke-19: Kebangkitan Zending

Setelah VOC bangkrut pada 1799, pemerintahan kolonial Belanda diambil alih oleh pemerintah pusat, dan zending mulai terorganisasi. Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG), didirikan pada 1797, menjadi motor utama zending di Jawa.

Abad ke-20: Peralihan

Pada awal abad ke-20, zending di Jawa mulai dikelola oleh gereja-gereja lokal, seperti GKJW, yang lebih mandiri dari organisasi Belanda. Gerakan ini sejalan dengan kebangkitan nasionalisme Indonesia.

Setelah kemerdekaan Indonesia (1945), zending kehilangan pengaruh karena dianggap terkait dengan kolonialisme. Banyak gereja hasil zending berintegrasi ke dalam gereja-gereja nasional, seperti Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Tokoh penting

Cornelis Leendert Coolen (1817–1840-an): Seorang Belanda keturunan Jawa yang aktif di Ngoro, Jawa Timur. Ia mendirikan komunitas Kristen dengan pendekatan kontekstual, seperti menggunakan wayang dan gamelan untuk menarik masyarakat Jawa. Coolen dianggap pelopor zending di Jawa Timur.

Emde dan Gericke
Misionaris NZG yang bekerja di Surabaya dan Semarang, mendirikan sekolah-sekolah Kristen dan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jawa.

Kiai Ibrahim Tunggul Wulung
(1840-an–1870-an): Penginjil pribumi yang bekerja di bawah bimbingan Jellesma dan Anthing. Ia aktif di Kediri dan Jawa Tengah, mendirikan komunitas Kristen di desa-desa.

Samuel Eliza Harthoorn 
Misionaris di Yogyakarta yang mendirikan sekolah dan gereja, meskipun menghadapi resistensi dari kesultanan.

Strategi zending

Pendidikan: Zending mendirikan sekolah-sekolah Kristen, seperti di Surabaya dan Malang, untuk menarik anak-anak pribumi. Pendidikan Barat menjadi alat untuk memperkenalkan ajaran Kristen.

Pelayanan kesehatan: Rumah sakit dan klinik zending dibangun untuk menunjukkan "kasih Kristen" dan menarik simpati masyarakat.

Penerjemahan Alkitab: Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh misionaris seperti Gericke untuk memudahkan pemahaman ajaran Kristen.

Pendekatan budaya: Beberapa misionaris, seperti Coolen, mengadopsi budaya Jawa (misalnya, menggunakan kesenian lokal) agar zending lebih diterima.

youtube

Translate