Rasa Sedjati Yang Dikembangkan Oleh Coolen

Kisah - Coenraad Laurens Coolen adalah tokoh penting dalam sejarah penyebaran agama Kristen di Jawa Timur pada abad ke-19. Ia dikenal sebagai penginjil blasteran Belanda-Jawa yang mengembangkan pendekatan unik dengan mengintegrasikan budaya Jawa dalam pengajaran agama Kristen.

Coolen bukan hanya seorang misionaris, tetapi juga simbol perpaduan budaya di era kolonial. Pendekatannya yang inklusif membuatnya dikenang sebagai salah satu penginjil yang paling berpengaruh di Jawa Timur, meskipun ia sering tidak diakui secara resmi oleh gereja Belanda pada masanya.

Berikut adalah ringkasan tentang kehidupannya:

LATAR BELAKANG

Kelahiran dan Asal-Usul
Coolen lahir pada tahun 1773 di Semarang. Ia adalah anak dari pasangan Belanda-Jawa, yang memberikan identitas kultural ganda. Ayahnya adalah seorang Belanda, sementara ibunya berasal dari keturunan Jawa, yang memengaruhi pendekatannya terhadap budaya lokal.

Kehidupan Awal
Coolen dibesarkan dalam lingkungan yang mencerminkan perpaduan budaya Eropa dan Jawa. Ia bekerja sebagai pegawai di dinas pemerintahan kolonial Belanda, tetapi kemudian memilih untuk fokus pada misi penginjilan setelah mengalami perubahan spiritual.

PERJALANAN SPIRITUAL DAN PENGINJILAN

Pendekatan Kultural
Coolen memulai misi penginjilan di Jawa Timur, terutama di wilayah Ngoro, Mojokerto, sekitar tahun 1820-an. Berbeda dengan misionaris Eropa seperti Johannes Emde, yang cenderung menolak budaya lokal, Coolen mengintegrasikan nilai-nilai Jawa dalam ajarannya. Ia menggunakan bahasa Jawa, tembang, dan simbol-simbol lokal untuk menjelaskan ajaran Kristen, membuatnya lebih mudah diterima oleh masyarakat pribumi.

Agama Rasa Sedjati
Coolen mengajarkan konsep yang disebut "Rasa Sedjati", yang menekankan hubungan batin yang tulus dengan Tuhan. Ia menghindari dogma keras dan lebih menekankan pada nilai-nilai universal seperti kasih, pengampunan, dan keadilan, yang ditemukan dalam ajaran Kristen seperti "Kotbah di Atas Bukit" (Matius 5).

Penolakan Pembaptisan Formal
Coolen tidak melakukan pembaptisan, karena ia menganggapnya sebagai tradisi Barat yang tidak esensial. Hal ini membuatnya berbeda dari misionaris lain dan kadang-kadang memicu konflik dengan gereja resmi Belanda. Banyak muridnya, seperti Paulus Tosari, akhirnya mencari pembaptisan dari misionaris lain.

KONTRIBUSI DI NGORO

Pendirian Komunitas Kristen
Coolen mendirikan komunitas Kristen di Ngoro, yang menjadi pusat pengajaran agamanya. Komunitas ini menarik banyak orang Jawa, termasuk tokoh seperti Kasan Tosari (kemudian Paulus Tosari), yang menjadi muridnya. Ngoro menjadi cikal bakal desa-desa Kristen seperti Mojowarno.

Pendidikan dan Pertanian
Selain penginjilan, Coolen juga memperkenalkan sistem pendidikan sederhana dan praktik pertanian modern kepada masyarakat lokal. Ia mengajarkan cara bercocok tanam yang lebih efisien, yang membantu meningkatkan kesejahteraan komunitas.

KEHIDUPAN PRIBADI

Keluarga
Coolen menikah dengan seorang wanita Jawa, yang semakin memperkuat ikatannya dengan budaya lokal. Ia memiliki anak-anak yang juga dibesarkan dalam perpaduan budaya Jawa dan Kristen.

Karakter
Coolen dikenal sebagai pribadi yang sederhana, rendah hati, dan memiliki empati mendalam terhadap masyarakat Jawa. Ia hidup di antara masyarakat lokal, bukan sebagai orang asing yang terpisah.

Kematian
Coolen meninggal dunia sekitar tahun 1873 di Ngoro. Tanggal pastinya tidak tercatat dengan jelas dalam sumber sejarah.

Warisan
Coolen dianggap sebagai pelopor penginjilan kontekstual di Jawa. Pendekatannya memengaruhi tokoh-tokoh seperti Paulus Tosari dan Kiai Tunggul Wulung, yang melanjutkan misinya. Komunitas Kristen di Ngoro dan Mojowarno, serta Gereja Kristen Jawi Wetan yang kemudian berdiri, merupakan bagian dari warisannya.

Pengaruh Budaya
Penggunaan tembang Jawa dan wayang sebagai alat penginjilan menjadi model bagi penginjil pribumi lainnya. Pendekatannya menunjukkan bahwa agama Kristen dapat berakar dalam budaya lokal tanpa kehilangan esensinya.

youtube

Translate